Senin, 21 Februari 2011

Safety by Standard atau safety by Budjet...?

Sebenarnya ini hanya sebuah akronim saja, tapi juga berarti sindiran bagi perusahaan yang tidak menerapkan safety (K3 / Keselamatan Kerja dan Kesehatan) secara standar kerja nasional (UU Pemerintah RI No. 1 1970) atau aturan dari beberapa departemen yang terkait sesuai bidang perusahaan itu jalani, atau peraturan yang berkaitan dengan resiko yang bakal dialami oleh pekerja dan lingkungannya.

Seringkali banyak perusahaan akibat terbatasnya bujet untuk alat K3 (terutama untuk PPE/Personal Protective Equipment) mereka beralih ke alat K3 yang tidak standar, sehingga akronim ini sering muncul ketika ditanya standar safety apa yang anda pakai? Apakah SII (Standar Industri Indonesia), ANSI (American National Standards Institute), CE (Conformité Européenne), ANZSIC (Australian New Zealand Standards Industrial Classification), atau bahkan JIS (Japan Industrial Standards). Yang jelas standar yang disebutkan oleh penulis memang sudah terkenal dalam patokan alat-alat yang dipakai dalam standar industri atau kerja di Indonesia.

Ini memang terjadi, walaupun si-pemakai (user) tahu kalau standar yang dipakai sama sekali tidak memenuhi sandar, tapi karena budjet memang minim, perusahaan sengaja “meng-cut” bujet K3, nah perusahaan dengan kebiasaan seperti ini sering diakronimkan dengan perusahaan “safety by budget”, walaupun memang tidak ada namanya standar dengan bujet (hanya akronim).

Bagaimana perusahaan dengan kategori “safety by standar”, perusahaan dengan kategori seperti ini tidak akan segan-segan dalam penggelontoran atau pendanaan untuk kegiatan safety mereka sesuai standar safety mereka, baik standar Negara asal (apabila perusahaan asing) ataupun standar nasional, tapi kebijakannya tergantung principal mereka, bahkan ada perusahaan nasional dengan standar safety asing, karena mereka memakai jasa sumber daya manusia ekspat (orang asing) atau pun karena mereka bekerja dilingkungan lingkup perusahaan asing, tapi ada juga bebarapa perusahaan local yang memang benar-benar sudah menerapkan K3 secara proporsional.

So, pilihan sebenarnya ditangan pemangku kebijakan pada perusahaan, apakah “safety equipment” yang akan dipakai hanya sekedar pemantas saja (agar kelihatan aman) atau memang K3 sudah menjadi habit serta kebiasaan perusahaan.

Argo Muhardito

Minggu, 20 Februari 2011

Keselamatan Kerja dan Kesehatan dalam arti sebenarnya



Banyak dari kita bingung, dan menganggap k3 (Keselamatan Kerja dan Kesehatan) hanya sebagai sebatas aturan kerja belaka, bahkan sering kita temui pekerja lha yang mempermasalahkan K3 baik dari peralatan, sistim, dan peraturan. Bahkan manajemen perusahaan terkadang juga tidak mau ambil pusing tentang K3 karena dianggap sebatas pengeluaran perusahaan yang sia-sia (karena merasa pekerjanya bekerja aman-aman saja tanpa alat K3).

Jadi sebenarnya masalah apa yang terjadi dengan K3 di Indonesia? dari banyak pantauan sering kali perusahaan dengan standar K3 yang sangat ketat adalah perusahaan asing, dengan mengambil standar Negara asal mereka, terutama perusahaan mining yang berasal dari amerika atau eropa, tapi tidak hanya bidang mining, beberapa bidang industri yang dipegang oleh pihak asing tersebut juga mempunyai standar K3 yang ketat juga.


Lalu bagaimana perusahaan lokal kita? secara umum memang masih dipertanyakan sebenarnya, karena memang banyak yang belum memenuhi standar K3 secara nasional, tapi seiring dengan kesadaran K3 yang mulai tumbuh banyak sudah melakukan penerapan K3 secara bertahap bahkan ada yang sudah menyeluruh. Karena sadar tidak sadar bangsa kita memang sangat kurang dalam habit atau kebiasaan dalam berkeselamatan dalam banyak bidang (tidak hanya K3 ) lihat saja perilaku pengendara kita di jalan yang sangat asal-asalan.

Oke balik ke topik, ternyata Keselamatan Kerja dan Kesehatan di Negara kita dipengaruhi oleh habit atau kebiasaan, jadi arti sebenarnya adalah K3 adalah habit atau kebiasaan yang memang harus diterapkan oleh pekerja, manajemen, perusahaan, pemerintah, dan semua aspek K3 dinegara kita, agar mendapatkan hasil pekerjaan yang maksimal, aman, nyaman serta sehat bagi semua orang dan lingkungan kerja kita.

Tapi yang pertanyaan apa sih habit atau kebiasaan? Sekedar informasi dari Wikipedia kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Jelas kan bahwa Negara kita memang secara umum memang belum melaksanakan K3 secara proporsional karena K3 sendiri walaupun peraturannya sudah lama, tapi memang belum berbudaya dikalangan masyarakat pekerja kita.

Jadi selama para pekerja atau unsur yang menangani para pekerja kita tidak punya budaya dalam ber-K3 jangan harap “zero accident” akan terjadi, mulai lha berbudaya K3 (terutama bagi yang ahli), tularkan budaya K3 kesemua orang, niscaya cepat atau lambat bekerja Indonesia tidak akan bertaruhkan nyawa.

Argo Muhardito